Sudah menjadi kodrat perempuan untuk menjadi seorang istri dan menjadi seorang ibu. Perempuan dituntut mampu melakukan multitasking. Pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya agar peran yang dimiliki berjalan dengan lancar dan tidak keteteran.
Sebagai istri, tentu kewajibannya terhadap suami tidak boleh
ditinggalkan. Perempuan menjadi sosok penting sebagai mitra suami dalam
menjalani rumah tangga hingga muncullah jargon di balik kesuksesan suami, ada
sosok istri hebat di belakangnya.
Sebagai ibu, perempuan merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Pengetahuan, sikap, dan tumbuh kembang anak bergantung dari sikap ibu. Tentu
tidak mudah mewujudkan hal tersebut. Ibu mengarahkan, melimpahkan kasih sayang,
dan mendidik anak-anaknya sesuai karakter anak masing-masing.
Dan sebagai perempuan, dirinya mampu menjadi pribadi yang berdaya dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dengan cara memaksimalkan sumber daya yang
dimilikinya. Mampu mandiri secara finansial dan merdeka untuk menyuarakan
kehendaknya.
Itulah yang saya rasakan ketika awal menikah. Saya bercita-cita menjadi
ibu rumah tangga yang mandiri tanpa harus meninggalkan rumah. Dengan demikian,
saya dapat mengurus rumah tangga, menjadi ibu dan bekerja di rumah. Pada
awalnya, memang terasa berat untuk menyelaraskan tugas dan kewajiban sebagai
istri, ibu, dan perempuan mandiri. Namun, lambat laun semua berjalan dengan
lancar.
Sebagai perempuan dengan multi peran, saya melakukan skala prioritas. Manakah
pekerjaan penting dan harus didahulukan.
Ketika anak saya masih balita, kebanyakan perhatian banyak terarah kepada anak,
baru kepada suami, dan terakhir pada pekerjaan. Namun, ketika anak saya sudah
belajar di sekolah, waktu untuk
menjaganya mulai berkurang. Walaupun tetap dalam pengawasan, tetapi waktu luang
untuk selalu bersamanya menjadi hilang. Waktu kosong inilah yang saya gunakan
untuk sedikit demi sedikit fokus dengan pekerjaan.